Kayaknya belum telat membahas krisis financial global. Bagi yang bukan anak ekonomi mungkin agak kesulitan memahami berita2 di koran atau media massa lainnya mengenai krisis financial global yang tengah terjadi karena terlalu banyak istilah2 atau data2 yang kurang familiar.
Singkatnya dapat dijelaskan seperti ini;
Krisis ekonomi Amerika, yang akhirnya menjadi krisis global, dipicu oleh investasi yang dilakukan institusi-institusi keuangan Amerika dalam subprime motgage.
Apa itu subprime mortgage?
Ketika bank-bank menyalurkan kredit perumahan, bank kemudian "menjual piutang-piutang nasabah" kepada institusi keuangan dalam bentuk surat hutang yang bisa diperjualbelikan. Surat hutang inilah yang disebut sebagai subprime mortgage, dimana keuntungan dan pengembalian pokok investasinya sangat ditentukan dari kelancaran kredit perumahan dari nasabah-nasabah bank tersebut.
Saat kredit perumahan menjadi macet sampai pada taraf yang mengkhawatirkan, otomatis institusi-institusi keuangan yang berinvestasi pada subprime mortgage mengalami kerugian besar. Inilah awal kejatuhan ekonomi Amerika, karena pada dasarnya risiko investasi perbankan ataupun institusi keuangan bersifat sistemik, dalam arti kerugian institusi keuangan akan berdampak pada terpukulnya perekonomian negara. Inilah yang dialami oleh Amerika.
Beberapa institusi keuangan besar seperti Lehmann Brothers., Meryll Lynch, dan AIG (American Internasional Group) pun jatuh, dan pemerintah Amerika harus turun tangan menyediakan subsidi. Saham perusahaan dijual kepada investor asing. Akibat dari jatuhnya institusi keuangan tersebut berdampak pada kinerja saham mereka di bursa saham yang terjun bebas, sehingga dampaknya juga ke indeks bursa saham Amerika (DJIA), karena institusi keuangan memiliki kapitalisasi pasar yang cukup signifikan. Akhirnya investor-investor mulai menarik dananya dari bursa, sehingga kejatuhan indeks bursa semakin parah.
Sedikit analisa tentang kebijakan yang diambil pemerintah dalam mengantisipasi krisis ini yang dapat saya sampaikan: Presiden menyatakan, kita harus menghadapi krisis ini dengan tenang dan rasional. Namun langkah-langkah yang dilakukan pemerintah justru menunjukkan kepanikan dan tidak rasional. Hal ini bisa dijelaskan sebagai berikut:
Pada 9 oktober 2008, sehari setelah mengumukan BEI akan dibuka, dengan alasan beredar rumor tidak sehat, besoknya (10 0ktober 2008) keputusan itu dibatalkan. Belum lagi kebijakan bayback saham BUMN, yang ternyata lebih menguntungkan asing. Pasalnya, 600.000 lebih pemain saham di bursa saham, 60 persennya adalah pemain asing. Dengan kata lain, jika BUMN itu digunakan untuk bailout maka yang diuntungkan jelas bukan Indonesia, melainkan pihak asing.Ini jelas tidak rasional. Tim keuangan RI juga sudah dipengaruhi oleh IMF dan Bank Dunia yang menganjurkan agar dinaikkan suku bunga. Logika mereka adalah menahan gejolak rupiah yang akhirnya juga tidak tertahan. Akibatnya, para debitur menjerit atas kenaikan bunga pembayaran, yang dimanjakan adalah para kreditur yang mayoritas asing sehingga menahan uang di Negara Indonesia
Meski dalam berbagai kesempatan Presiden dan jajarannya selalu mengatakan, bahwa krisis keuangan ini tidak identik dengan krisis ekonomi ,fakta krisis tahun 1997-1998 juga membuktikan hal yang sama, dan disebabkan oleh faktor yang sama: Bursa Saham, Bank Konvensional, Mata Uang, dan Perseroan Terbatas (PT). Bursa saham ada dan berkembang karena adanya PT yang menjual saham, obligasi dan surat berharga lainnya di pasar modal.
Singkatnya dapat dijelaskan seperti ini;
Krisis ekonomi Amerika, yang akhirnya menjadi krisis global, dipicu oleh investasi yang dilakukan institusi-institusi keuangan Amerika dalam subprime motgage.
Apa itu subprime mortgage?
Ketika bank-bank menyalurkan kredit perumahan, bank kemudian "menjual piutang-piutang nasabah" kepada institusi keuangan dalam bentuk surat hutang yang bisa diperjualbelikan. Surat hutang inilah yang disebut sebagai subprime mortgage, dimana keuntungan dan pengembalian pokok investasinya sangat ditentukan dari kelancaran kredit perumahan dari nasabah-nasabah bank tersebut.
Saat kredit perumahan menjadi macet sampai pada taraf yang mengkhawatirkan, otomatis institusi-institusi keuangan yang berinvestasi pada subprime mortgage mengalami kerugian besar. Inilah awal kejatuhan ekonomi Amerika, karena pada dasarnya risiko investasi perbankan ataupun institusi keuangan bersifat sistemik, dalam arti kerugian institusi keuangan akan berdampak pada terpukulnya perekonomian negara. Inilah yang dialami oleh Amerika.
Beberapa institusi keuangan besar seperti Lehmann Brothers., Meryll Lynch, dan AIG (American Internasional Group) pun jatuh, dan pemerintah Amerika harus turun tangan menyediakan subsidi. Saham perusahaan dijual kepada investor asing. Akibat dari jatuhnya institusi keuangan tersebut berdampak pada kinerja saham mereka di bursa saham yang terjun bebas, sehingga dampaknya juga ke indeks bursa saham Amerika (DJIA), karena institusi keuangan memiliki kapitalisasi pasar yang cukup signifikan. Akhirnya investor-investor mulai menarik dananya dari bursa, sehingga kejatuhan indeks bursa semakin parah.
Sedikit analisa tentang kebijakan yang diambil pemerintah dalam mengantisipasi krisis ini yang dapat saya sampaikan: Presiden menyatakan, kita harus menghadapi krisis ini dengan tenang dan rasional. Namun langkah-langkah yang dilakukan pemerintah justru menunjukkan kepanikan dan tidak rasional. Hal ini bisa dijelaskan sebagai berikut:
Pada 9 oktober 2008, sehari setelah mengumukan BEI akan dibuka, dengan alasan beredar rumor tidak sehat, besoknya (10 0ktober 2008) keputusan itu dibatalkan. Belum lagi kebijakan bayback saham BUMN, yang ternyata lebih menguntungkan asing. Pasalnya, 600.000 lebih pemain saham di bursa saham, 60 persennya adalah pemain asing. Dengan kata lain, jika BUMN itu digunakan untuk bailout maka yang diuntungkan jelas bukan Indonesia, melainkan pihak asing.Ini jelas tidak rasional. Tim keuangan RI juga sudah dipengaruhi oleh IMF dan Bank Dunia yang menganjurkan agar dinaikkan suku bunga. Logika mereka adalah menahan gejolak rupiah yang akhirnya juga tidak tertahan. Akibatnya, para debitur menjerit atas kenaikan bunga pembayaran, yang dimanjakan adalah para kreditur yang mayoritas asing sehingga menahan uang di Negara Indonesia
Meski dalam berbagai kesempatan Presiden dan jajarannya selalu mengatakan, bahwa krisis keuangan ini tidak identik dengan krisis ekonomi ,fakta krisis tahun 1997-1998 juga membuktikan hal yang sama, dan disebabkan oleh faktor yang sama: Bursa Saham, Bank Konvensional, Mata Uang, dan Perseroan Terbatas (PT). Bursa saham ada dan berkembang karena adanya PT yang menjual saham, obligasi dan surat berharga lainnya di pasar modal.
1 comment:
wah wah..baru tahu aku klo ada namaku disini.Padahal postingnya dah 1 tahun yang lalu. Mas Irwan gak bilang2 sih
Post a Comment